Hidangan Laut yang Baik

WWF Indonesia meluncurkan aplikasi panduan seafood bagi para pecinta hidangan laut, juga bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam aplikasi yang dapat di-download dari play store itu terdapat panduan-panduan untuk mengetahui apakah biota tersebut ditangkap dengan cara yang benar dan menjadi pilihan baik untuk dimakan atau tidak. Karena seperti kita tahu, banyak cara penangkapan ikan yang merusak ekosistem lain, seperti menggunakan bom dan sianida.
Campaign manager WWF Indonesia Dewi Satriyani mengatakan bahwa slumber daya alam laut kita semakin menurun. Seperti yang dikatakannya juga, bahwa nelayan memiliki hutang yang semakin tinggi karena untuk mendapatkan ikan tersaing oleh semakin banyaknya kapal penangkap ikan yang mendapat izin. Sedangkan, modal untuk berlayar saja sudah mahal.

Dibukanya diskusi panel oleh Riani Djangkaru, dan dihadirkannya beberapa narasumber, Ir. R. Nilanto Perbowo dirjen penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan, Wawan Ridwan direktur program coral triangel WWF Indonesia, Prof. Dr. Ir. H. Hardiansyah, MS. Guru besar departemen gizi masyarakat fakultas ekologi manusia (FEMA) IPB, Sudarman ketua yayasan Mattirotasi Sulawesi Selatan, dan Artati Widiarti direktur bina mutu dan diversifikasi produk perikanan, membuat kita semakin tahu bagaimana seharusnya memilih dan memutuskan untuk mengonsumsi hidangan laut. Wawan Ridwan menyampaikan bahwa makanan yang halal belum tentu baik. Yang tepat adalah, makanan yang halal dan baik bagi tubuh. "Manusia diamanatkan untuk mengelola bumi, jika tidak dikelola itu artinya sama saja dengan bunuh diri," tuturnya. Seafood merupakan makanan yang baik. Berdasarkan jurnal internasional, orang yang biasa makan ikan akan memiliki resiko depresi yang rendah. Dalam sehari, kita dianjurkan makan ikan sebanyak 40gr. Untuk mencegah penyakit jantung koroner, menjadi 80gr per hari.

"Aktifitas penangkapan dengan bom ikan jelas masih ada, karena tingginya modal untuk nelayan. Sehingga, agar dapat hasil yang banyak digunakan bom tersebut," terang Sudarman ketua yayasan Mattirotasi Sulawesi Selatan. Yayasan Mattirotasi memiliki lokasi kerja di pesisir Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Bergerak pada berbagai aspek dan dimensi dalam sektor perikanan dan lingkungan pesisir pantai dalam bentuk pengembangan dan pemberdayaan SDM, kajian ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pola kemitraan dengan lembaga terkait dalam dan luar negeri. Sudarman juga menginfokan bahwa, ikan yang segar adalah ikan yang mati dalam es. Dan, hanya berselang lima jam sejak ditangkapnya ikan hingga dibawa ke daratan.

Ciri-ciri Ikan yang Ditangkap Menggunakan Bom:

  1. Tubuh melengkung ke samping dan saat ditarik atau ditegakkan, seperti ada tulang yang longgar. Daging ikan menjadi lembek atau hancur dan cepat membusuk.
  2. Sisik terlepas atau terkelupas yang berada pada bagian tengah panjang ikan.
  3. Organ bagian dalam ikan mencuat keluar dari bagian dubur.
  4. Darah keluar dari pangkal sirip, tutup insang, area perut dan dubur.
  5. Terpotongnya bagian luar tubuh ikan, khususnya sirip.
  6. Tulang belakang patah atau remuk, tidak tersambung dan tertutup darah karena pembuluh darah tulang belakang pecah, tulang rusuk hancur atau patah dan ada noda darah.
  7. Mata ikan memerah karena ada genangan darah pada kornea mata.


Penggunaan bahan peledak dapat menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Ikan yang sering ditangkap menggunakan bom adalah ikan tuna, ekor kuning, baronang, kambing-kambing, butana, dan ikan karang lainnya.

Ciri-ciri Ikan yang Ditangkap Menggunakan Sianida:

  1. Lendir yang terdapat pada ikan akan keluar dan menyebabkan permukaan kulit ikan tersebut tidak selicin ikan normal.
  2. Badan ikan nampak biru, khususnya pada bagian perut ikan.
  3. Sirip serta ekor ikan menjadi rapuh dan berguguran.
  4. Meskipun ikan baru tertangkap, warna insang pucat, atau tidak berwarna merah cerah dan warna tutup insang berubah menjadi lebih pucat.
  5. Permukaan mata ikan nampak kabur, berwarna abu-abu.


Dalam jangka waktu yang lama, ekosistem yang terkena racun sianida secara terus-menerus dapat memberikan dampak buruk bagi ikan dan organisme lain dalam komunitas terumbu karang, juga bagi manusia. Biota yang sering ditangkap menggunakan sianida adalah ikan napoleon, kerapu, kakap, gerot-gerot, dan ikan karang lainnya.

Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga kelangsungan perikanan adalah:

  • Hindari mengonsumsi ikan anakan! Selalu konsumsi ikan dewasa.
  • Hindari mengonsumsi ikan yang ditangkap dengan bom atau sianida.
  • Hindari mengonsumsi ikan hasil budidaya yang bibitnya diambil dari alam.






Website:
WWF_ID
fishnblues
seafoodsavers
MSC
ascworldwide

Komentar