Lestarikan Budaya Melalui Festival

Masih seputar budaya Betawi. Sebelumnya saya pernah menulis tentang Rupa-rupa Jakarta yang akan mengadakan Festival Budaya Betawi di Setu Babakan. Acara yang berlangsumg selama 4 (empat) hari tersebut benar-benar
saya tunggu festival selanjutnya, mungkin tahun depan. Saya sempat menghadiri acara di hari pertama dan hari terakhir, ya, tanggal 14 dan 17 September 2016.

Saya datang bersama seorang teman yang juga menjadi panitia di Festival tersebut. Untuk mencapai lokasi, saya naik kereta sampai stasiun Lenteng Agung, dari sana bisa lanjut ojek atau angkutan. Waktu ke sana di hari pertama saya naik angkutan umum tapi dilanjut berjalan kaki karena ternyata dia enggak lewat setu babakan. Tepatnya itu di Perkampungan Budaya Betawi, masuk pintu gerbang kami disambut pemandangan stand-stand bazar. Ada toge goreng, kerak telor, selendang mayang, bir pletok, pakaian Betawi, juga kaos-kaos dengan berbagai tulisan yang beraroma Betawi.

Bazar-bazar yang ada dibuat seperti floating market untuk sistem jual-belinya, ya, pembeli menukarkan uang terlebih dahulu dengan voucher dengan tulisan jumlah mata uang. Penjual pun akan memberikan kembalian dengan uang voucher juga. Jika tersisa, pengunjung atau pembeli dapat menukarkannya kembali dengan uang tunai di tempat-tempat menukarkan voucher dengan uang.

Tidak hanya menyajikan stand-stand bazar, juga dipamerkan lukisan-lukisan yang lagi-lagi aroma Betawi. Jangan bosan jika saya sering menyebut kata Betawi, karena ini memang Festival Budaya Betawi, mengangkat kembali warisan sisi lain gemerlap lampu ibukota. Mengabarkan kembali bahwa ini masih ada dan harus dilestarikan, siapa yang bertanggung jawab? Kita, ya, kita semua bertanggung jawab melestarikan budaya Indonesia. Identitas bangsa kita yang seharusnya dibanggakan lebih dari budaya asing yang memengaruhi belakangan ini.

Kembali ke Festival, hari pertama menjelang Isya Jakarta diguyur hujan lebat. Cukup lama langit menumpahkannya. Menjelang pukul sembilan malam, para artis komedi baru berdatangan, sayangnya semua bazar sudah ditutup sejak pukul delapan, termasuk stand baju dan makanan milik teman-teman saya. Hari kedua dan ketiga ada urusan lain yang tak bisa ditinggalkan, dan saya tak bisa hadir.

Hari keempat, tanggal 17 September 2016 tepatnya hari terakhir Festival Budaya Betawi ini diselenggarakan. Saya hadir, menjelang magrib saya tiba di sana diantar oleh driver ojek online yang baik hati (ramah sangat). Memenuhi undangan sebagai blogger dari komunitas Tau Dari Blogger untuk menyaksikan kakak David Nurbianto dan teman-teman stand up comedy unjuk gigi. Setibanya di lokasi, saya cukup kaget, banyak pengunjungnya ternyata, dan di hari ketiga (saya diceritain) banyak dagangan yang laku, wow, kereeen kawaaan. Efek ada nobar anak The Jak mania di sana, dan bonus kemacetan yang luar biasa.

Menjelang pukul tujuh malam, mulai ramai pengunjung, dengan harga tiket Rp 80.000 dan Rp 100.000 untuk pembelian on the spot. Satu yang spesial, warga sekitar setu babakan hanya tinggal menunjukkan KTP berdomisili di sana dan bisa mendapatkan tiket gratis. Saya pun tak sabar menunggu penampilan kakak-kakak yang akan stand up comedy. Pembukaan dimulai jam delapan, seharusnya jam 7, mungkin masih ada yang perlu dilakukan, sehingga acara mundur cukup jauh. Belum sampai setengah jam, langit sudah menunjukkan cahaya-cahaya cantiknya yang disusul suara menggelegar. Hujaaannn... jangan ditanya bagaimana pertunjukannya, semua penonton masuk ke dalam museum hingga hujan yang sangat deras itu selesai. Hampir satu jam hujan mengguyur arena, jangan pikir para penonton langsung pulang atau kesal, mereka siap duduk dengan lambaran plastik dan spanduk-spanduk dari panitia, saya pun sambil payungan, masih sedikit gerimis.

Ternyata semua masih antusias, para comica yang hadir sangat menghibur, hujan bukan lagi masalah, semua merasa puas hingga tak terasa sudah jam setengah sebelas malam, acara ditutup dengan kojek Betawi. festival yang baru diadakan satu kali ini terbilang cukup sukses walau mungkin masih ada kekurangan di sana-sini, tapi saya yakin di balik semua itu ada panitia yang hebat dan siap berkorban waktu, uang, dan tenaga. Saya tunggu festival tahun depan, sukses Rupa-rupa Jakarta, sukses kita semua.

Menggambar dengan cat pilok

Stand bazar komunitas TDB

Toge goreng dan beer pletok 

Pondok-pondok di Perkampungan Budaya Betawi

Tempat untuk pertunjukan Stand Up Comedy

Ramainya penonton di hari terakhir Festival Budaya Betawi di Setu Babakan

Komentar