Kebiasaan Menabung Sejak Dini Harus Diterapkan


Dulu banget saya enggak tahu, tuh, buat apa, sih kita harus menyisihkan uang untuk ditabung. Tapi saya rutin
melakukan itu sejak sebelum sekolah. Awalnya saya nabung uang logam di celengan tanah liat berbentuk ayam, isinya dibantu sama ibu dan bapak pastinya. Beberapa tahun kemudian celengan itu dibuka dan dibeliin gelang emas kecil untuk saya pakai. Waktu taman kanak-kanak saya enggak pakai celengan tanah liat lagi, tapi nabung langsung di ibu guru wali kelas saat itu. Akhir tahun, uangnya diambil dan dibelikan peralatan dan perlengkapan saya masuk sekolah dasar. Kenapa dari uang tabungan? Kenapa enggak uang orang tua saja? Karena, dengan cara seperti itu orang tua saya mengajarkan untuk berhemat dan untuk memiliki sesuatu itu harus dengan usaha.

Hingga kini, mindset saya seperti itu, bukan berarti saya enggak pernah minta dana sama orang tua, tapi saya akan minta kalau memang sudah kepepet, misalnya hanya untuk tambahan karena uang yang saya miliki kurang. Semakin bertambah usia, kebutuhan semakin banyak, ingat, ya, kebutuhan. Biasanya semakin besar, seseorang jadi tidak bisa membedakan mana yang dibutuhkan dan mana yang diinginkan. Nabung itu sebenarnya kebutuhan, kebutuhan akan kepastian masa depan. Nabung ini harus dipaksakan, jangan nunggu seingatnya, karena bisa dipastikan rekening tidak akan bertambah nominalnya, justru akan semakin berkurang.

Pernah ada seorang yang menyampaikan ke saya, kalau mau menabung itu cari bank yang mesin ATM-nya sulit ditemukan, karena jika kita mudah menemukan mesin ATM-nya, pasti gatel untuk ambil uang. Iya, benar juga dan pasti banyak yang merasakan hal tersebut, apalagi ketika berada di pusat perbelanjaan atau sedang berwisata, pasti bahagia kalau ketemu mesin ATM dari bank yang dimilikinya. Lalu, tanpa sadar jumlah uang tabungan malah makin menipis.

Sebenarnya tidak masalah nabng di bank manapun asal kita bisa mengelola keuangan kita, bahkan memiliki beberapa rekening di bank berbeda pun tak masalah, misal di bank A khusus dana liburan, bank B khusus kesehatan buat yang enggak mau pakai jasa asuransi misalnya, lalu di bank C khusus keperluan mendesak yang artinya dana tersebut tidak boleh diganggu-gugat. Saya sudah merinci pula hal seperti itu, tapi sampai saat ini saya masih menggunakan satu rekening saja. Tapi enggak masalah, karena saya bisa kontrol pengeluaran saya dan yakin bank akan menyimpan dengan aman tabungan saya. 

Di setiap pintu kaca bank jika ada stiker Lembaga Penjamin Simpanan, itu artinya tabungan kita aman, damai, di bank tersebut. Kalau dipikir-pikir kenapa harus nabung dan kenapa nabung dipaksa, dan kenapa sebagainya. Jawabannya adalah, kita, ya, kita generasi milenial. Generasi yang bisa dikatakan biaya hidupnya mahal, belum lagi terpengaruh kanan-kiri. Saya pernah kerja di suatu tempat di mana ada beberapa orang yang berkelompok dan kalau diperhatikan gaya hidup mereka itu enggak sinkron dengan gajinya. Saya memilih untuk tidak pernah bergaul dengan mereka. Kenapa? Karena bergaul dengan mereka biayanya mahal. Jangan heran kalau hingga saat ini buat anda yang mengenal saya, saya jarang ikut nongkrong dan jajan-jajan enggak penting, karena sejak kecil saya sudah dibiasakan untuk menggunakan uang sesuai kebutuhan, bukan keinginan.

Kembali ke generasi milenial, generasi ini tadi saya katakan biaya hidupnya mahal, ya, coba tengok tempat nongkrong kekinian itu, isinya adalah remaja generasi milenial. Demi jaga gengsi mereka abaikan “besar pasak dari pada tiang”. LPS yang untuk menyosialisasikan gerakan gemar menabung ini sudah merambah ke kampus-kampus, membuat acara yang intinya memberikan pendidikan tentang pengelolaan keuangan. Jangan sampai lima hingga sepuluh tahun ke depan, generasi muda ini tidak sanggup membeli rumah dari penghasilannya sendiri. Jadi, kalau saya tetap pilih enggak hang out daripada enggak nabung. Kalau kamu?

Komentar

  1. Saya dulu diajarin ibuk nabung dengan dikasih buku tabungan sendiri. kalau dulu ada tabungan pelajar. Jadi masih SD sudah punya buku tabungan sendiri. Uang sakunya dikumpulin, kalau sudah terkumpul boleh buat liburan ke luar kota. Ternyata kebiasaan itu berlanjut sampai sekarang.

    BalasHapus
  2. Ada benarnya sih kalau ATMnya susah ditemukan, jadi kita gak kebiasaan narikin duit. Repotnya pas butuh mendadak mumet nyari ATM haha..

    BalasHapus
  3. ahahaha bener.. cari bank yang sulit atmnya.... tapi mah tetep aja... skr bisa m banking....

    BalasHapus
  4. Saya dulu ketika masih kuliah juga gitu...gak suka nongkrong nongkrong karena sadar diri, maklum anak kos kosan. Ternyata sekarang Mak Mak yang antar anak sekolah pun juga macam macam...kalau salah bergaul memang bisa mengganggu stabilitas keuangan keluarga wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya Mbak. Mahmud biasanya gitu Mbak, biaya nganter anak sekolah aja luar biasa, sambil hang out soalnya.

      Hapus
  5. Hahaha ketahuan umur kita ga jauh beda nih wkwkkw. Nabung di celengan ayam, dan nabung di guru kelas dan dibelikan perlengkapan sekolah. Plek ketiplek sama diriku wkwk. Wahhh idenya untuk nabung di atm yang susah nyarinya iya banget deh kayaknya ini haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jauuuhhh mbaaak jauuuhhh. Ngaku2 deh, aku masih unyu.

      Hapus
  6. Jadi ingat waktu kecil dulu juga rajin banget nabung. Makin gede gini kayaknya makin susah euy buat nabung. Ada aja keperluan yang bikin uangngya kepakai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus konsisten dan komitmen, biar rekening nambah. Hihihi

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah masuk ke blog ini, sila tinggalkan komentar.
:)