Buku: Setangkai Tulip Putih


"Maukah kau hidup bersamaku di Paris, hanya kau dan aku tanpa siapapun?"

Dialog di atas romantis, ya, membayangkan si dia bilang begitu ke aku, tapi Indonesia saja, jangan Paris. Hehehe.

Susana Nisa membawa kita bermain-main di tepian sungai Seine. Membayangkan keindahan dan keromantisan di sana bersama pasangan. Lagi membayangkan hal romantis, tiba-tiba Susana Nisa menjatuhkan pembaca dari ujung menara Eiffel ke kaki menara. Betapa tidak, sebelum menutup cerpennya, Susana menuliskan,

..."Kumala, kau mencintai suamimu?" Sebuah pertanyaan yang aku yakin dia pun tahu jawabannya. Isabelle meraih tanganku, menggenggamnya erat.

Aku nyesek baca bagian itu, dan buyar semua bayangan-bayangan hal romantis tadi. Hiks hiks hiks.

Menulis, susah payah lalu dokumennya hilang, alhasil nulis lagi kisah baru karena enggak di-back up. Lagi nulis kisah membahagiakan, tiba-tiba ada hal aneh yang terjadi. Ya, penulis masuk ke dalam kisahnya sendiri, menjadi tokoh utama. Menjalani kehidupan impian, tapi apa itu menyenangkan?

Franka Soeria Natanegara Semin yang seorang BMI (Buruh Migran Indonesia) atau TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Turki, membawa Yasta pada kehidupan yang diimpikan hingga bertemu dengan Fajar. Tapi itu semua di dunia berbeda, lalu bagaimana Franka membawa Yasta kembali ke dunianya?

"Bukan Kisah Nyata" salah satu cerpen nyata di Bilik Sastra VOI 2015. Semua yang aku tuliskan di atas itu bagian dari antologi cerpen. Ini bukan buku biasa, ini istimewa, para penulisnya itu yang istimewa. Pasalnya, semua adalah BMI dari berbagai negara, ada yang di Hongkong, Malaysia, Turki, hingga Norwegia. 

Pekerjaannya banyak, tapi hebatnya mereka masih sempat menulis, ya, walau mencuri-curi waktu, misal saat malam atau saat pekerjaan sudah selesai semua dikerjakan. Aku sendiri punya banyak teman yang juga BMI dan satu komunitas dengan mereka, ya, komunitas menulis. Karya mereka luar biasa, jangan merendahkan dahulu kalau disebut BMI, karena mereka orang-orang yang juga mau belajar.

Radio Republik Indonesi, punya acara khusus namanya Bilik Sastra, wujud dari kreatifitas Angkasawan/Angkasawati Stasiun Siaran Luar Negeri atau VOI yang mengudara sejak Januari 2011. Program Bilik Sastra sendiri disiarkan setiap hari Minggu pukul 12.00 - 13.00 WIB.

Buku kali ini adalah yang ke-5, yup yang pertama itu tahun 2011. Dalam buku ini ada 20 cerpen terpilih. Semuanya berhasil mengajak pembaca berimajinasi, membentuk gambaran-gambaran sebuah peristiwa. Kisah cinta, penantian, perjuangan, hingga sebuah keikhlasan, semuanya menjadi pelajaran hidup.

Lelaki Penantang Langit - VOI 2013 dan Setangkai Tulip Putih - VOI 2015

Bukan hanya dibukukan, tanggal 15 November 2018, VOI mendatangkan tiga orang pemenang dari Bilik Sastra VOI 2018. Aku pikir biasa saja, hanya talk show ringan seputar menulis dan bagaimana mereka menulis. Hmmm, ternyata enggak gitu, tiga orang ini membacakan karyanya. Dan, ini keren banget, ceritanya bagus sesuai dugaanku akan punya twist ending, selain ceritanya yang bagus, cara mereka membacakannya pun menjiwai, sangat menjiwai diiringi dengan petikan gitar.

Mereka memang layak mendapat penghargaan, karyanya layak dibaca banyak orang. Di setiap cerita punya pesannya masing-masing, bahkan di balik cerita pasti ada cerita. Seperti penulis yang menulis di tisu lalu tak sengaja terbuang. Penulis yang baru bisa menuliskan ceritanya saat majikannya tertidur.

Kisah-kisah di buku ini mungkin terlihat fiksi, tapi percayalah minimal 70% dari setiap judul itu adalah kisah nyata. Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan Nasional. Lihat lah, betapa setiap orang memiliki kelebihannya masing-masing. Kau tak akan percaya bahwa penulisnya adalah buruh migran Indonesia.

(dok. Pribadi)


Judul: Setangkai Tulip Putih
Penulis: Susana Nisa, dkk
Penyunting: Pipiet Senja
Penerbit: Voice of Indonesia
ISBN: 978-602-18811-1-8
Halaman: i - xii + 174 halaman
Cetakan I, September 2016
Hard Cover

Komentar

  1. Wohoiii penulisnya kerja di luar negri yang nyempetin nulis selesai kerjaannya. Semangat nulisnya luar biasa ya, bisa jadi buku pula. Duhh makin tersentil rasanya kalau begini. Semangatnya luar biasa meski jauh d negeri orang. Harus ditiru ya xixi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sebenernya banyak dari mereka yang juga melakukan hal-hal positif di sana mbak, walau ada yg nyuri waktu.

      Hapus
  2. Itu hardcover ya ?? Wuah editornya bunda pipiet senja pasti kisahnya khas dengan kata puitis dan romantis tapi ga picisan. Cukup dibuat penasaran sama judulnya. Pinjem dong :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya hard, mbak. Yaaa, macam macam sih isinya, antologi soalnya.

      Hapus
  3. Dede kapan tulisan nya masuk di dalam buku.

    Penjiwaan berbeda dengan iringan gitar, bikin syahdu

    BalasHapus
  4. Keren penulis2nya. Semoga makin semangat menghasilkan karya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini tahun 2015, kayaknya masih produktif nulis sampai sekarang mbak mereka.

      Hapus
  5. As I can see, you are fond of reading. In my opinion, books are much better than movies. Moreover, books are longer than movies, which is better.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah masuk ke blog ini, sila tinggalkan komentar.
:)