Menginap dan Menambah Wawasan di Batiqa Hotel Karawang

Siapa sangka tahun ini di bulan Ramadan aku mendapat kesempatan menghadiri sebuah acara di hotel yang lokasinya enggak di Jabodetabek, tapi di Karawang. Iya, tepatnya tanggal 17 Mei 2019 kemarin. Bukan acara seperti biasa, tapi ini acaranya luar biasa, pasalnya yang mengadakan acara itu adalah hotel tempat kami menginap. 

Difotoin Imawan

Batiqa Hotel Karawang, kami tempuh dalam waktu kurang dari tiga jam dari pusat kota Jakarta. Berada di kawasan industri, Batiqa ternyata tetap nyaman, sih, menurutku. Begitu masuk ke dalam hotel, langsung terlihat satu meja billiard. Tepat di sisi kanan pintu masuk adalah meja resepsionis, di sebelah kiri nampak meja prasmanan.

Batiqa Hotel Karawang tampak luar (dokpri)

Angklung mini di meja prasmanan Batiqa Hotel (dokpri)

Ting!
Pintu lift terbuka di lantai tiga, aku lewati lorong mencari pintu sesuai nomor di kartu yang aku bawa, iya, kamar hotel. Ketemu, mudah dicari, tempelkan kartu lalu pintu bisa dibuka. Disambut pintu kamar mandi di sebelah kiri, cermin yang tinggi di sebelah kanan, lalu dua tempat tidur single atau twin bed. Ugh! Puasa begini nyaman rasanya di kamar hotel yang dingin, sedangkan di luar sedang terik-teriknya.

Batiqa hotel karawang
Suasana dalam kamar di Batiqa Hotel (dokpri)

Menjelang waktu berbuka, kami menempati kursi-kursi di ruang makan, acara inti akan dilaksanakan di situ juga. Dihibur band yang menyanyikan beberapa lagu, kami masing-masing asik berbincang bersama teman satu meja, dan menyiapkan makanan yang mau dimakan saat adzan maghrib berkumandang. 

Beberapa menu berbuka puasa di Batiqa Hotel Karawang (dokpri)

Menu-menu di Batiqa Hotel Karawang seperti menu hotel pada umumnya, namun tetap ada sentuhan Jawa Barat, buat lidahku masakan yang disajikan masih cocok. Menikmati makanan berbuka sambil berbincang dan menikmati suasana hotel yang hangat.

Kurang lebih satu jam kemudian, terdengar suara moderator yang akan segera memulai acara. Dipanggilnya semua narasumber untuk maju ke depan, Mbak Wawa selaku moderator memperkenalkan mereka satu persatu. Amir Michael Tjahaja selaku Vice President Director BHM Hospitality, Matthew Lim selaku Operational Director BHM Hospitality, Budi Santoso merupakan Director of Development The Nature Conservancy, dan Annisa Malati seorang Travel Influencer.

(Ki-ka): Annisa Malati, Budi Santoso, Matthew Lim, Amir Michael Tjahaja (dokpri)

Saat ini sedang maraknya kampanye pariwisata yang memperhatikan lingkungan. Nah, di sini Batiqa Hotel Karawang sebagai perusahaan  swasta yang sadar terhadap konservasi lingkungan, melakukan hal-hal luar biasa. Pak Michael mengatakan “Apa pun yang dilakukan, kita harus menjalankan dengan sadar dan tanggung jawab. Surya Semesta Internusa, menjalankan making a better Indonesia dengan value, believeness, excellent, dan focus.”

Hospitality sudah menjadi bagian Batiqa karena dijalankan dengan penuh kesabaran, tanggung jawab, dan terkait program CSR yang diberi nama One Earth Movement dan dimulai 2019. Perusahaan yang berada di bawah PT Surya Semesta Internusa ini bergerak di beberapa industri termasuk konstruksi, property, juga kawasan industri. Kawasan industri baru di subang yang lahannya seluas 2000 hektar, pastinya akan ada Batiqa Hotel Subang.

Matthew Lim mengatakan bahwa potensi wisata di Indonesia sangatlah besar, dan Batiqa hadir menyasar daerah yang jarang dilirik, seperti Palembang, Pekanbaru, juga Labuan bajo. Seperti yang kita semua tahu bahwa infrastruktur saat ini sudah sangat mendukung kemajuan paiwisata dan bisa dikembangkan dengan berbagai cara.

Batiqa Hotel itu property, dan membangun property di daerah enggak asal bangun, harus perhatikan budaya setempat, apakah kita bisa masuk dan kalau bisa harus menyesuaikan kondisi di sana. Indonesia adalah negara kepulauan, untuk mencapai pulau yang satu ke pulau yang lain menjadi tantangan tersendiri buat wisatawan mancanegara. Misalnya seperti harus naik perahu menyusuri sungai, atau berganti-ganti jenis transportasi menuju lokasi yang cantik-cantik di Indonesia. 

Siapa, sih, yang enggak suka melakukan perjalanan? Apalagi dalam rangka khusus tamasya, menjelajah Indonesia, aku mau banget, semoga bisa menjelajah seluruh sudut Indonesia. Seperti Annisa Malati yang selalu melakukan perjalanan keliling Indonesia, dia berbagi pengalamannya saat sejak mulai melkaukan road trip di usia empat tahun.

Annisa Malati tinggal di Bekasi, dan road trip terjauhnya saat itu adalah Bekasi – Bali. Enggak langsung menuju Bali, tetapi dalam perjalanan selalu singgah di berbagai tempat yang menarik, ini yang sebenarnya membuat perjalanan jadi mengasyikkan. Pengalaman di perjalanan itu yang biasanya lebih berkesan, seperti apa yang dialami Annissa saat mengunjungi lokasi-lokasi yang sulit sekali aksesnya. Annisa pernah naik ojek off road di Kalimantan menuju wilayah perbatasan yang pada saat itu wajah perbatasan belum seperti sekarang.

Morotai di Maluku, membuat Annisa bahagia karena di sana enggak ada sampah, sejujurnya wilayah yang ada pantai dan laut sebagian besar sudah dicemari sampah. Pemerintah daerah Morotai punya edukasi yang baik pada masyarakatnya, sehingga mereka sadar akan pentingnya  menjaga lingkungan adalah kewajiban semua orang. Mereka enggak menunggu petugas untuk masalah lingkungan, bahagianya kalau setiap lokasi yang kita datangi punya masyarakat yang seperti itu, jadinya wisatawan juga akan segan untuk buang sampah sembarangan atau apapun yang bisa merusak alam.

Hiu sangat mudah dijumpai di Morotai, karena kadar airnya masih bagus, bukan hanya satu hiu tapi sampai 50 hiu, seram sekali memang, ya, pokoknya ikuti saja apa kata pemandunya supaya aman. Satu yang enggak kalah unik adalah penginapan yang sulit dicari, lebih banyak tersedia homestay atau rumah penduduk yang kamarnya disewakan. Kalaupun ada penginapan, dia enggak pakai AC, jadi hemat listrik selain itu supaya pengunjung merasakan keaslian alamnya. 

Satu pesan Annisa, kalau ingin wisata, jangan tinggalkan sampah di lokasi, jangan merusak lingkungan, jangan mengotori. Antusias piknik sih boleh, tapi jangan membawa masalah baru dengan enggak memelihara lingkungan.

Kita punya hutan tropis tiga terbesar di dunia, pantai kedua terpanjang dari timur ke barat, bio diversity kita nomor dua setelah Amazon, kalau di laut urutannya Indonesia nomor dua di dunia. Kekayaan Indonesia selain menghidupi juga punya ekowisata yang bagus tapi punya ancaman. Kenapa begitu? Karena akan membuat semakin banyak orang datang untuk berkunjung, semakin tinggi ancaman, karena enggak semua orang teredukasi terkait pemeliharaan lingkungan.

Untuk tetap menjaga lingkungan namun pariwisata juga maju, pemerintah bisa melakukan partnership bersama influencer atau sektor swasta seperti Batiqa Hotel yang bisa meminimalisir pencemaran lingkungan. Kalau influencer, kan, kita tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk mengedukasi pengikutnya dalam menjaga lingkungan. Nah, kalau Batiqa, apa yang dia bisa lakukan?

So, tadi di atas sudah disinggung tentang CSR dari Batiqa yang bertema One Earth Movement, jadi di sini peran Batiqa dalam mengampanyekan pariwisata yang memperhatikan lingkungan. Lembaga-lembaga non profit, NGO, swasta, dan konsumen harus kerja sama untuk peduli lingkungan. Pendekatan konservasi enggak harus lingkungan, jauh lebih luas mencakup ekonomi dan sosial. Rusaknya lingkungan karena tantangan sosial yang tidak stabil atau ekonomi yang rendah. Untuk itu, Batiqa bisa menjadi fasilitator.

Sektor swasta punya peran yang besar, salah satunya bisa menyentuh komunitas dan bekerja sama dengan komunitas untuk terus mengampanyekan pariwisata ramah lingkungan. Batiqa punya tujuh hotel, banyak apa sedikit itu? Menurutku itu banyak dan kalau melakukan sesuatu pasti mudah diketahui masyarakat luas.

So, Batiqa memulai langkah dengan memakai packaging berbahan ecoplas, iya, sebagai pengganti kemasan plastik dan ecoplas itu berbahan dasar singkong. Apa istimewanya? Jelas istimewa, karena jika dibandingkan dengan plastik yang butuh waktu 500 tahun untuk terurai, ecoplas hanya dalam hitungan minggu dia akan terurai. Misalnya dia terbuang ke laut, enggak perlu khawatir akan membahayakan ekosistem laut, karena dia akan segera terurai, secepat mungkin.

Ecoplas enggak bahaya, dan ini salah satu langkah untuk tetap menjaga lingkungan agar bisa dirasakan keindahan dan keasliannya oleh anak cucu kita kelak. Dan, kembali ke ecoplas, dengan beberapa teknologi ecoplas bisa untuk makanan dan bahkan dimakan, nah lho, tapi jangan sengaja dimakan untuk menghilangkan lapar, ya. 

Batiqa selain melakukan penggantian packaging dari plastik ke ecoplas, juga mengajak tamu berdonasi. Caranya adalah dengan melakukan reservasi kamar, kalau kita reservasi secara walk in, Batiqa akan mendonasikan Rp 10.000 per transaksi untuk mendukung konservasi lingkungan. Kalau reservasi melalui www.batiqa.com akan didonasikan sebesar Rp 5.000 per transaksi. Dan, didonasikan sebesar Rp 15.000 dari setiap ecoplas yang terjual di Batiqa Hotel. Tapi, misalnya teman-teman mau berdonasi secara langsung, bisa donasi mandiri melalui www.batiqa.com.

Mulai bulan Maret Batiqa Hotel Karawang punya paket ecoedu buat para tamu yang menginap. Edu itu adalah kegiatan city tour ke tempat bersejarah, seperti di Rengas Dengklok yang nantinya akan menjadi monas kedua, karena penuh nilai sejarah di sana. Dan, Eco-nya adalah mengunjungi kawasan industri dan juga mengunjungi, WWTP Organica Surya Cipta.

Bangunan WWTP (dokpri)

Miniatur WWTP jika dilihat dari atas (dokpri)

WWTP itu lokasi yang digunakan untuk melaksanakan sistem pengolahan limbah berbasis organik. Bagaimana caranya? Jadi, di proses pengolahan air limbah itu bagian atasnya adalah taman, dan akarnya di bawahnya langsung ke air limbah. Tanamannya enggak sembarangan, sudah pasti dipilih tanaman-tanaman yang memang bisa hidup dengan proses tersebut.

Di atas air limbah yang diproses di WWTP (dokpri)

WWTP (dokpri)

Akar-akar tanaman itu mampu mengurai bakteri pada air limbah industri. Mulai dari markisa sampai kemenyan ada di sana, tanaman yang berbuah, ya, buahnya tetap aman untuk dimakan. Perbedaan tanaman yang ditanam di tanah atau lahan pada umumnya dengan tanaman yang ada di lokasi WWTP itu lebih besar, lebih cepat bertumbuh, mungkin karena mendapat lebih banyak nutrisi dari bakteri-bakteri yang diserap. Aku suka banget di WWTP, lokasinya enggak bau malah cenderung bersih. Hal ini salah satu atraksi yang dilakukan Batiqa Hotel Karawang. Dan, untuk merasakan paket ecoedu tersebut, cukup merogoh kocek Rp 789.000 per malam.

Pohin markisa yang tumbuh subur di WWTP (difotoin Imawan)

Yuk, menjadi bagian dalam melestarikan alam, minimal dengan kamu selalu membawa tumblr, sumpit, sedotan, sendok, dan garpu untuk mengurangi penggunaan sekali pakai.


Komentar

  1. untung foto terakhir bukan difotoin imawan juga wkwkwkwk..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya serem dong kalau gitu mas unggul. Hahahah

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah masuk ke blog ini, sila tinggalkan komentar.
:)